KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah “Pembelajaran Matematika SD” yang merupakan
tugas dari dosen pembimbing sebagai bahan diskusi.
Salawat
serta salam selalu tercurahkan kepada baginda rasullullah SAW. Beserta para
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini yang
memberikan bantuan dan dorongan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktu yang ditentukan. Penulis menyadari bahwa isi dalam makalah ini
tentunya masih banyak
kekurangan serta kekeliruan baik dari segi penulisan,
pengutipan, dan lain-lain.
Penulis
berharap bahwa makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi
calon guru khususnya rekan mahasiswa yang program mata kuliah Pembelajaran Matematika SD.
Terima Kasih
Palu, Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Isi Halaman
HALAMAN
JUDUL KATA
PENGANTAR…………………………………………………….... DAFTAR
ISI………………………………………………………………... BAB
I PENDAHULUAN BAB
II PEMBAHASAN A.
Pengertian
Bilangan………...…………………………………... B.
Pengertian Bilangan Cacah…...……………………………….... C.
Lambang Bilangan dan Nilai
Tempat….……………………….. D.
Operasi Bilangan
Cacah..………………………………………. 1.
Pengajaran awal
Penjumlahan………..…………………… 2.
Pengajaran Awal Pengurangan…………….......................... 3.
Teknik Menjumlah dan
Mengurang....................................... 4. Pengajaran Awal Mencari Suku Yang Belum Diketahui Pada Kalimat
Penjumlah................................................................. 5. Perkalian Dasar………...………………………………..….. 6. Perkalian Lanjutan………………………………………….. 7. Pembagian Dasar………………………………………….. 8. Pembagian Lanjutan ……………………………………….. E.
Sejarah Bilangan
Romawi………………………………................
BAB
III
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan…………………………………………………... 2.
Saran…………………………………………………………. DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………… |
i ii 1 3 3 3 3 5 5 8 10
20 22 31 41 47 58
64 64
|
BAB
I
PENDAHULUAN
Matematika,
menurut Ruseffendi (Heruman, 1991)
adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak
menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan
struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke
unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (Heruman, 2000), yaitu memiliki
objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Siswa
Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun.
Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang
tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang
bersifat konkret.
Dari
usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang
dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak,
siswa memerlukan alat bantu berupa media
dan
alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga
lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.
Merujuk
pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam mengembangkan kreativitas
dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang
efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam
mengajarkan matematika guru
harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda serta tidak semua siswa menyenangi
mata pelajaran matematika.
Pada
pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar
siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan
“pembelajaran spiral”, sebagai konsekuensi dalil bruner. Dalam matematika,
setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat
bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi
kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.
Dari
beberapa penjelasan diatas penulis berpendapat bahwa pembelajaran matematika SD
harus disajikan berdasarkan tingkat kemampuan siswa dan
juga dalam penyajian materi harus dibuat menarik sesuai karakter mereka dan
yang terpenting selalu menggunakan media untuk membantu siswa mengerti akan
materi yang disajikan
dan memberikan pengalaman belajar bagi mereka.
Dalam
makalah ini akan dibahas materi bilangan cacah dan operasinya, dan bilangan
romawi. Pada bilangan
cacah terlebih dahulu akan dibahas mengenai definisi bilangan, pengertian
bilangan cacah, lambing
bilangan dan nilai tempat. Sedangkan pada bilangan romawi
akan dibahas sejarah bilangan romawi, hal-hal yang terkait dengan penulisan
bilangan romawi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bilangan
Bilangan
adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili
suatu bilangan disebut sebagai angka atau
lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun
lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan
rasional, bilangan irasional, dan bilangan
kompleks. Bilangan adalah suatu ide yang bersifat abstrak yang akan memberikan
keterangan mengenai banyaknya suatu kumpulan benda. Lambang bilangan biasa
dinotasikan dalam bentuk tulisan sebagai angka.
B.
Pengertian
Bilangan Cacah
Bilangan
cacah didefinisikan sebagai bilangan yang digunakan untuk menyatakan cacah
anggota atau kardinalitas suatu himpunan. Jika suatu himpunan yang karena
alasan tertentu tidak mempunyai anggota sama sekali, maka cacah anggota
himpunan itu dinyatakan dengan “nol” dan dinyatakan dengan lambang “0”. Jika
anggota dari suatu himpunan hanya terdiri atas satu anggota saja, maka cacah
anggota himpunan tersebut adalah “satu” dan dinyatakan dengan lambang “1”.
Demikian seterusnya sehingga kita mengenal barisan bilangan asli pencacahan
himpunan yang dinyatakan dengan lambang sebagai berikut :
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12, ....dst. Bilangan-bilangan
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,...dst. merupakan bilangan-bilangan cacah. Adapun
lambang bilangan cacah sering dituliskan sebagai “C” sehingga himpunan yang
unsur-unsurnya semua bilangan cacah disebut himpunan bilangan cacah, yaitu C =
{0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,...dst.}.
C.
Lambang
Bilangan dan Nilai tempat
Hasil dari
membilang adalah bilangan. untuk
menyatakan bilangan diperlukan lambang yang disebut lambang bilangan, bilangan
adalah suatu hal yang sangat tidak praktis dan sulit apabila untuk dua bilangan
yang berbeda mempunyai lambang dan susunan lambang yang sama sekali berbeda.
Untuk itu orang perlu menciptakan lambang bilangan (angka) yang
terbatas, dan membuat peraturan sistematis dan taat asas untuk menyusun lambang
bilangan dari setiap bilangan. Sistem penyusun lambang bilangan dengan aturan
dan asas tertentu
disebut sistem numerasi.
Karim, dkk (Tawil, dkk, 2012)
menyatakan bahwa suatu sistem numerasi disebut sistem tempat, jika nilai dari lambang-lambang
yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama mempunyai
nilai yang tidak sama karena tempatnya (posisinya)
berbeda. Karena adanya kaitan antara nilai dan tempat, maka sistem tempat lebih
dikenal dengan sistem nilai tempat.
Salah satu sistem numerasi yang
menggunakan sistem nilai tempat yang dikenal dan digunakan sampai saat ini
adalah sistem numerasi Hindu-Arab. Bennett dan Nelson (Tawil, dkk, 2012)
menyatakan bahwa sistem numerasi Hindu-Arab ini adalah sistem basis sepuluh
dimana nilai tempat ditentukan oleh posisi angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
Setiap angka dalam bilangan memiliki nama yang menunjukan posisinya. Menurut
Troutman dan Lichtenberg ( Tawil, dkk, 1995), sistem numerasi Hindu-Arab
mempunyai karakteristik:
(1) menggunakan sepuluh macam angka
yaitu 0 sampai dengan 9,
(2) menggunakan sistem bilangan
dasar sepuluh,
(3) menggunakan sistem nilai tempat,
dan
(4) menggunakan sistem penjumlahan
dan perkalian.
Berdasarkan Karakteristik dari
sistem numerasi Hindu-Arab, diuraikan sebagai berikut:
1.
Menggunakan sepuluh macam angka, yaitu dari nol sampai
sembilan yang lambangnya:
Nol dilambangkan “0” Lima dilambangkan “5”
Satu dilambangkan “1” Enam dilambangkan “6”
Dua dilambangkan
“2” Tujuh dilambangkan “7”
Tiga dilambangkan
“3” Delapan dilambangkan “8”
Empat dilambangkan “4” Sembilan dilambangkan “9”
2.
Sistem nilai tempat
Pada bilangan dasar sepuluh, tempat
paling kanan adalah tempat satuan dengan nilai tempatnya satu, tempat sebelah kiri
satuan adalah tempat puluhan dengan nilai tempatnya sepuluh, dan seterusnya.
Contoh 1:
23 melambangkan “ tiga satuan, dua
puluhan”
Perhatikan bahwa lambang 3 pada
tempat paling kanan (terakhir) berada pada tempat satuan sehingga bernilai tiga
satuan atau tiga, sedangkan lambang 2 yang berada bagian kiri atau disamping
tiga berada pada tempat puluhan sehingga bernilai dua puluh.
Contoh 2:
145
melambangkan “lima satuan, empat puluhan, satu ratusan”
Perhatikan
bahwa lambang 5 pada tempat paling kanan (terakhir) berada pada tempat satuan,
lambang empat berada pada tempat puluhan, dan lambang 1 berada pada tempat
ratusan sehingga bernilai seratus.
D. Operasi Bilangan Cacah
1.
Pengajaran Awal Penjumlahan
Pengajaran pada penjumlahan dilakukan di kelas I/1. Langkah-langkag
pengajarannya mengikuti teori Brunner dari
kongkrit, semi kongkrit dan abstrak.
a.
Anactive (kongkrit)
Peragaan
menggunakan benda-benda kongkrit yang ada di kelas seperti kapur, buku tulis,
pensil, dan penggaris. Peragaannya melalui kegiatan bermain peran oleh siswa
atas arahan guru. Peran yang dimainkan adalah kata-kata kunci untuk penjumlahan
seperti misalnya digabung, membeli lagi, diberi lagi, dan lain-lain. Persiapan
guru berupa pengumpulan benda-benda kongkrit dan daftar kata-kata kunci yang
akan dimainperankan, seperti misalnya:
Benda- benda kongkrit |
Kata-kata kunci |
·
Kapur ·
Buku tulis ·
Pensil ·
Penggaris
|
·
Digabung ·
Dikumpulkan menjadi satu ·
Dijadikan satu ·
Diberi lagi ·
Membeli lagi ·
Minta lagi ·
Makan lagi |
Setiap kata-kata kunci harus dimainperankankan oleh
siswa dalam bentuk bermain atas arahan guru dan siswa yang lain diminta untuk
memperhatikan. Antara benda-benda kongkrit dan kata-kata kunci yang sudah
disiapkan guru dapat divariasikan pemasangannya sehingga peragaan bermain peran
dapat banyak dan bervariasi. Tujuannya adalah agar makna dan maksud dari
bermain peran itu dapat ditangkap secara jelas oleh siswa sehingga siswa sudah
terbiasa dengan soal cerita sebelum bentuk formal berupa simbol dan lambang
secara matematika diberikan. Inilah yang dikatakan pembelajaran secara
kontekstual di kelas I.
Contoh 1:
Benda kongkritnya pensil dan kata kuncinya digabung.
Guru memanggil dua orang siswa A dan
B. A diberi tiga pensil dan B diberi dua pensil. Kedua siswa diminta
menunjukkan pensil-pensil yang dipegangnya. Guru kemudian menanyakan kepada
siswa-siswa yang lain. Berapa pensil yang dipegang temanmu A? Setelah dijawab
tiga, guru kemudian menulis angka 3 di papan tulis. Kemudian guru bertanya lagi
kepada siswa-siswa yang lain. Berapa pensil yang dipegang temanmu B? Setelah
dijawab dua, guru kemudian menulis angka 2 di papan tulis di sebelah kanan
angka 3. Kemudian guru berkata coba sekarang pensil A dan pensil B digabung
(menggunakan kata kunci “digabung”) dan serahkan semuanya pada bapak/ibu guru.
Lalu guru bertanya berapa pensil yang dipegang oleh bapak/ibu guru? (sambil
memperlihatkan semua pensil yang dipegangnya). Setelah dijawab lima, guru
kemudian menuliskan angka 5 disebelah kanan angka 3 dan 2. Sehingga yang
tertulis di papan tulis adalah:
3 2 5
Terakhir guru menyatakan bahwa itu
artinya tiga ditambah dua sama dengan lima, sambil menulis tanda “+” dan “=”
sehingga di papan tertulis:
3 + 2 = 5
Kemudian siswa diminta mengikuti
ucapan guru secara bersama-sama. kegiatan mengucapkan “3+2=5” diulang-ulang
sampai lancar.
b.
Econic (semi kongkrit)
Bentuk semi kongkrit peragaan penjumlahan adalah
melalui peragaan di papan flanel dengan menempelkan tiga tempat pengumpulan
benda.
![]() |
![]() |
![]() |
Kumpulan pertama dan kedua
masing-masing diisi misalnya tiga buah dan dua buah, sehingga tampak:
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
Tanyakan
kepada siswa isinya berapa. Setelah dijawab tiga dan dua, guru kemudian menulis
di papan tulis angka 3 dan 2, seperti:
3 2
Guru kemudian meminta memindahkan
isi benda pada kedua tempat kumpulan ketempat yang ketiga (dijadikan satu
kumpulan). Siswa yang lain diminta memperhatikan (proses pengambilannya).
Peragaan yang tampak di papan flanel adalah:
![]() |
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
![]() |
Guru kemudian menanyakan berapa hasilnya setelah
dikumpulkan menjadi satu? Setelah dijawab lima, kemudian guru mengatakan itu
artinya tiga ditambah dua sama dengan lima seraya menulis secara lengkap
menjadi:
3 + 2 = 5
Catatan:
Proses peragaan 3 + 2 = 5 mengunakan benda-benda
tiruan melalui penempelan-penempelan di papan flanel seperti misalnya ayam
diganti dengan gambar ayam, gajah diganti dengan gambar gajah, dan sejenisnya
merupakan peragaan semi kongkrit (econic).
c.
Simbollic (abstrak)
Tahapan
abstarak adalah tahapan pengajaran yang hanya memuat angka-angka dan
lambang-lambang saja seperti misalnya
1 + 2 = ...
3 + 1 = ... dan
lain-lain
Siswa yang
dapat menjawabnya dengan berangan-angan atau menggunakan bantuan jari-jari
tengahnya.
2.
Pengajaran Awal Pengurangan
Perlakuan untuk mengajarkan pengurangan secara awal
dilakukan sama/mirip dengan pengajaran pada penjumlahan. Berikut adalah tabel untuk benda kongkrit dan
kata-kata kunci pengurangan yang akan dimainperankan.
Peraga kongkrit |
Kata-kata kunci yang dapat Diperagakan (dimainperankan) |
1.
Kapur 2.
Buku Tulis 3.
Pinsil 4.
Penggaris 5.
Balon |
1. Pinjam 2. diminta 3. diberikan kepada 4. diambil 5. dibuang 6. jatuh 7. disimpan 8. dijual 9. kempes 10. dan lain-lain |
Peraga semi kongkrit |
Kata-kata kunci yang dapat diperagakan |
1.
gambar ayam 2.
gambar kambing 3.
gambar kelinci 4.
gambar burung 5.
dan lain-lain |
1.
pergi 2.
lari 3.
masuk lubang 4.
terbang 5.
dan lain-lain |
Selanjutnya katak-kata kunci yang sulit dimainperankan
dan sulit diperagakan sehingga tidak direkomendasikan dalam peragaan kongkrit
maupun semi kongkrit adalah
Peraga semi kongkrit (dapat ditempel
dipapan flanel) |
Kata-kata kunci |
1.
gambar telur 2.
gambar ayam 3.
gambar baju 4.
gambar jambu 5.
dan lain-lain |
1.
busuk 2.
retak 3.
mati 4.
soack 5.
dan lain-lain |
Catatan.
·
Pengajaran
mulai ditahan longkrit, semi kongkrit, hingga abstrak dilakukan sama seperti
pada penjumlahan.
·
Kata-kata kunci untuk pengurangan yang sulit
diperagakan boleh dimasukkan ke soal pengayaan.
·
Bialangan
nol diperagakan melalui penguragan/pengambilan sampai habis dan diajarkan
setelah pengenalan bilangan 1 s.d. 5.
3.
Teknik menjumlah
dan mengurang
Untuk diketahui
bahwa selama ini teknik penjumlahan/pengurangan disekolah dasar masih mengalami
kendala ketrampilan, padahal pengajarannya sudah dimulai sejak kelas II. Hal
itu terjadi karena (1) siswa tidak segera hapal penjumlahan 2 bilangan satu
angka yang hasilnya lebih dari 10, (2) guru tidak memberikan pembelajarannya
mengunakan alat peraga konkrit seperti dengan lidi/sedotan minuman dimana untuk
satuan tidak diikat, untuk puluhan diikat,
dan untuk ratusan berupa 10 ikat puluhan diikat menjadi satu menggunakan
karet gelang, dan (3) guru belum mengetahui kata kunci untuk penjumlahan 2
bilangan satu angka yang hasilnya sama dengan 10 dan keguanaanya untuk
mempercepat keterampilan mejumlah dan mengurang khususnya yang menggunakan
teknik menyimpan dan meminjam.
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana memperagakan
penjumlahan dan pengurangan baik tanpa teknik maupun dengan teknik
menyimpan/meminjam sehingga siswa diharapkan segera mencapai ketrampilan yang
diharapkan. Peragaan penjumlahan dan pengurangan secara umum yang akan
diperkenalkan pada makalah ini adalah kantong-kantong yang menunjukan nilai
tempat terdiri dari 3 pasang kantong puluhan dan satuan ditambah sebuah kantong
puluhan untuk tempat menyimpan/meminjam. Sementara yang akan diisikan kedalam
kantong-kantong itu adalah beberapa satuan sedotan (tanpa diikat) yang
memperlihatkan nilai satuan dan beberapa ikatan sedotan (tiap ikat berisi 10
buah sedotan) yang memperlihatkan nilai puluhan. Satuan ditempatkan dikantong
satuan dan ikatan puluhan ditempatkan dikantong puluhan. Dengan begitu karena bentuknya antara satuan
dan puluhan sudah tampak berbeda (satuan tidak diikat, sementara puluhannya
berbentuk ikatan) maka sebenarnya tidak ada/ tidak digunakan kantong pun dapat
dilakukan peragaan misal diatas meja. Namun untuk pembelajaran secara klasikal
penggunaan kantong perlu yakni untuk ditempel dipapan tulis (menggunakan
selotip/isolasi atau lakban).
Untuk diketahui bahwa peragaan berikut merupakan sebuah alternatif bukan
satu-satunya alternatif terbaik sehingga guru dapat mempertimbangkannya.
Bentuk Peragaan |
Keterangan |
|
·
Baris paling atas berupa sebuah kantong
puluhan (dibuat lebih besar dari pada kantong satuan) merupakan tempat untuk
menyimpan/meminjam. ·
Barisan pertama (yang posisinya tepat
dibawahnya) adalah tempat untuk memperagakan bilangan pertama. ·
Barisan kedua adalah untuk memperagakan
bilangan kedua. ·
Barisan ketiga adalah tempat untuk
memperagakan bilangan hasil operasinya. |
Contoh 1 (Penjumlahan biasa/tanpa tekhnik menyimpan/meminjam)
Penjumlahan yang diperagakan |
Bentuk Peragaan |
Proses Peragaan |
|
|
Langkah 1:
·
Peragakan bilangan I = 24 dengan
menempatkan 2 ikat puluhan dan 4 satuan yang tak diikat di tempat yang sesuai
(pada baris pertama)
·
Peragakan bilangan II = 13 dengan
menempatkan 1 ikat puluhan dan 3 satuan yang tak diikat di tempat yang sesuai
(pada baris kedua) |
|
Langkah 2:
·
Tanyakan kepada siswa bagaimana
menjumlahkannya. Jawaban yang diharapkan adalah satuan digabung satuan
kemudian diletakkan di kantong hasil. Demikian pula untuk yang puluhan dengan
puluhan, hasilnya = 37. |
Contoh 2
(pengurangan biasa/tanpa tanpa tekhnik menyimpan/meminjam)
Pengurangan yang diperagakan |
Bentuk Peragaan |
Proses Peragaan |
|
|
Langkah 1:
·
Peragaan bilangan I = 37 pada baris 1 |
|
Langkah 2:
·
Kurangkan dari peragaan di baris I = 37
dengan mengambil 1 ikat puluhan dan 2 satuan untuk ditempatkan/dimasukkan di
baris 2 (merupakan peragaan untuk pengurang sebanyak 12).
·
Sisa satuan sebanyak 5 dan sisa puluhan
sebanyak 2 di baris 1 kemudian dipindahkan di kantong hasil (baris 3). Tampak
bahwa sisanya = 25. |
Contoh 3a (penjumlahan dengan tekhnik menyimpan)
Penjumlahan yang diperagakan |
Bentuk peragaan |
Proses peragaan |
|
|
Langkah 1
·
Peragakan bilangan-bilanga-an yang akan
ditambah yaitu 27 pada baris I dan 18 pada baris II seperti gambar disamping. |
|
Langkah 2
·
Jumlahkan satuan-satuannya di kantong
hasil. Ternyata 7 + 8 hasilnya 15. Dihitung yang 10 buah untuk diikat menjadi
satu dan sisanya/selebihnya tidak diikat. |
|
|
Langkah 3
·
Letakkan 1 ikat puluhan yang tadinya
dikantong hasil (tempat satuan) kekantong tempat peyimpanan. |
|
|
Langkah 4
·
Kumpulkan semua puluhan yang berbentuk
ikatan ke kantong hasil sehingga di kantong hasil ada 4 ikat puluhan. Tampak
bahwa hasil akhir adalah 4 ikat puluhan dan 5 satuan (peragaan untuk
hasil=45) |
Catatan:
Perhatikan/cermati nahwa program penjumlahan (dengan
teknik menyimpan) seperti itu cukup memberikan pemahaman yang utuh kepada siswa
khususnya jika diulang-ulang dan siswa yang melakukannya. Namun sayang gambaran
peragaan semacam itu tidak cukup membuat siswa cepat trampil menjumlah 2
bilangan 2 angka dengan teknik meyimpan. Nah bagaimana resepnya ? kunci
resepnya terletak pada hafalan jumlah 10 untuk 2 bilangan satu angka.
Jumlah 10
(jumlah 2 bilangan satu angka= 10)
Cara membayangkan |
Artinya |
1 dengan 9.................................SS 2 dengan 8.................................DD 3 dengan 7.................................TT 4 dengan 6.................................EE 5 dengan 5.................................LL |
1 dengan 9 dan sebaliknya, disingkat SS 2 dengan 8 dan sebaliknya, disingkat DD 3 dengan 7 dan sebaliknya, disingkat TT 4 dengan 6 dan sebaliknya, disingkat EE 5 dengan 5 dan sebaliknya, disingkat LL |
Dengan
mengkacu pada singkatan itu ( pasangan 2
bilangan satu angka yang jumlahnya = 10 ) peragaan untuk menjumlahkan dengan
teknik menyimpan seperti yang dikemukakan dalam contoh (3a) akan
menjadi lebih sederhana dan lebih cepat/lebih taktis untuk dibayangkan.
Contoh 3b
Jumlahan yang diperagakan |
Bentuk peragaan |
Proses peragaan |
|
|
Langkah 1
Satuan dibaris I = 7 untuk menjadi
10 harus ditambah 3 (ingat TT). Tetapi untuk menambahnya diambilkan
dari satuan 8 dibaris II. Sehingga satuan untuk bilangan dibaris II yang
tadinya 8 bekurang 3 menjadi 5. |
|
Langkah 2
Satuan 10 yang sebelumnya ada
diposisi satuan setelah diikat menjadi
1 ikatan puluhan, ikatannya
kemudian ditempatkan ditempat peyimpanan (kantong puluhan yang paling atas)
seperti yang diperlihatkan pada gambar. |
|
|
Langkah 3
Kumpulkan satuan-satuan sisanya
yang semula ada dibaris II kekantong hasil dan kempulkan semua ikatan puluhan
(yang ada dikantong simpanan kantong
baris I, dan kantong baris II) kekantong hasil, sehingga yang tampak pada
peragaan akhir adalah 4 ikatan puluhan dan 5 satuan. Peagaan ini menunjukkan
bahwa 27 + 18 = 45 |
Nah sekarang
masalahnya bagaimana langkah-langkah yang diperagakan tidak dilakukan secara
fisik tetapi dilakukan secara mental (diangankan/dibayangkan di alam fikiran
saja). Gambaran cara membayangkannya adalah sebagai berikut :
Penjumlahan yang diperagakan |
Proses cara membayangkannya |
|
Langkah 1 Tulis secara menurun (Dalam susunan kebawah 27 + 18 =..............) |
|
Langkah 2 Satuan 7 untuk menjadi 10 harus ditambah 3 (ingat TT) tetapi untuk
menambah 3 itu dilakukan dengan mengurangi jatahnya satuan 8, sehingga satuan
sisanya tinggal 8 – 3 = 5. Satuan sisa 5 itu kemudian dimasukkan ke kantong hasil. Sementara itu 7 + 3 = 10 itu setelah diikat kemudian dipindah kekantong
atas tempat menyimpan puluhan. Jumlahkan seluruh isi yang ada pada kantong puluhan ke kantong hasil
yakni puluhan 1 + 2 + 1 = 4 masuk ke kantong hasil. |
Untuk diketahui acuan jumlah 10 yang diakronimkan
sebagai SS (satu sembilan), DD (dua delapan), TT (tiga tujuh), EE (empat enam)
dan LL (lima lima) membantu juga untuk membelajarkan siswa mengurang dengan
teknik meminjam. Peragaan kongkritnya adalah sebagai berikut:
Contoh :
Pengurangan yang diperagakan |
Bentuk peragaan |
Proses peragaan |
|
|
Tahap I ·
Pasanglah peragaan 42 pada baris pertama
dari peragaan 42 di baris I akan dibentuk bilangan pegurang 17 yang
diambilkan dari peragaan 42 di baris I itu. Pengurangan dimulai dari satuan
kemudian baru ke puluhan |
|
Tahap II ·
Kurangkan 42 dengan 17 (pertama yang
dikurangkan adalah satuannya). Karena satuan 2-7 tidak bisa dilakukan maka
kita pinjam 1 puluhan untuk dimasukkan kekantong tempat meminjam dan satuan 2
tidak jadi dikurangi. Ikatan 1 puluhan yang semula ditempatkan di puluhan (diberi tanda silang) setelah dilepas karet
ikatannya akan menjadi 10 (peragaan dikanan atas). Dari 10 kita ambil 7 untuk
dimasukkan kekantong pengurangan dan sisanya 3 dimasukkan kekantong hasil. |
|
|
Tahap III ·
Bentuklah pengurangan 17 pada baris
pengurangan secara lengkap. Caranya Ambil 1 puluhan dari sisa 3 puluhan untuk dimasukkan kekantong
pengurangan. Sisanya 2 puluhan dibaris I masukkan kekantong hasil. Tampak sekarang peragaan pengu-rangan 17 dari 42 secara lengkap
(dikantong tempat pengurangan) ·
Hasil pengurangan selengkapnya adalah 2
ikat puluhan dan sisa 3 satuan ditambah satuan 2 (yang sebelumnya tak jadi
dikurang dengan 7), sehingga satuan hasil pengurangannya menjadi 3 + 2 = 5. Artinya 42 – 17 = 25 |
Nah sekarang
masalahnya bagaimana langkah-langkah yang diperagakan pada contoh 4a tersebut
bila peragaannyatidak dilakukan secara fisik tetapi secara mental (hanya
dibayangkan di alam fikiran). Gambaran selengkapnya adalah seperti berikut :
Pengurangan dengan teknik meminjam
Pengurangan yang diperagakan |
Proses cara membayangkan |
|
Langkah 1 Tulis secara menurun (dalam bentuk
susunan kebawah dari 42 – 17
=...............). beri sekat untuk memisahkan kelompok puluhan dan satuan |
|
Langkah 2 Lakukan operasi pengurangannya ·
Karena 2 – 7 tak bisa dilakukan maka
kita pinjam 1 puluhan dengan mengurangi dari yang 4 puluhan. Sehingga yang 4
puluhan tinggal 3 puluhan sementara peminjaman 1 puluhan kita letakkan
dibagian atas ·
1 puluhan dikantong kiri setelah dilepas
ikatannya akan menajdi 10 satuan dan diletakkan ditempat satuan. Kurangi
sekarang yang 10 satuan itu dengan 7 (karena ingat TT) maka hasil
pengurangannya adalah 3. Hasil pengurangan 3 itu kemudian ditambah dengan
yang tadinya tidak jadi dikurangi yaitu 2 sehingga satuan hasilnya menjadi 3
+ 2 = 5 sementara itu untuk puluhannya 3 – 1 = 2. Sehingga tampak bahwa hasil
pengurangan selengkapnya adalah puluhannya 2
dan satuannya 5. Artinya 42 – 17 = 25 |
Untuk lebih
menghayatinya lagi berikut ini diberikan 2 contoh bagaimana mengurang yang
menggunakan teknik meminjam tanpa penjelasan lengkap. Amatin dengan cermat cara
penalarannya.
Contoh:
4.
Pengajaran Awal Mencari Suku Yang Belum Diketahui Pada
Kalimat Penjumlahan Dan Pengurangan.
Materi pelajaran mencari suku yang belum diketahui
pada kalimat penjumlahan, peragaannya dilakukan dengan menyambung dua kumpulan
benda, misal masing-masing berisi empat dan dua. Sedangkan untuk mencari suku
yang belum diketahui dalam kalimat pengurangan dilakukan dengan cara memotong
kedua kumpulan benda yang sudah disambung tadi. Langkah-langkah peragaannya
sebagai berikut:
No |
Peragaan yang ditempel di papan flanel |
Kalimat yang diucapkan/ditulis di papan
tulis |
1 |
|
Kumpulan sebelah kiri isinya
4 dan yang kanan isinya 2. |
2 |
Kedua kumpulan benda disambungkan |
Jika disambungkan
menjadi panjang dan semuanya ada 6. Sebelum disambung, masing-masing pendek
berisi 4 dan 2 sehingga 4 disambung 2 hasilnya 6. Jika ditulis di papan tulis
gambarnya menjadi: Jika ditulis dalam bentuk lambang menjadi Secara umum dapat ditulis dan digambar menjadi |
3 |
Jika sambungan dipotong menjadi |
Artinya 6 dipotong 2 = 4 atau
6 dipotong 4 = 2 Sehingga |
Contoh 1:
Untuk siswa
kelas I, a). 5 + ... = 8
b).
... – 3 = 6
5.
Perkalian Dasar
Perkalian di SD mulai diajarkan di
kelas II semester 2. Sebagai pemula agar pembelajaran menjadi bermakna dan
dapat memberikan kecakapan hidup, perlu adanya pendekatan kontekstual yang
permasalahannya diambilkan dari cerita yang dekat dengan
konteks kehidupan peserta didik. Perkalian merupakan topik yang
amat krusial/penting dalam pembelajaran matematika karena sering dijumpai terapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya operasi yang lain, pembelajaran
perkalian dipilah menjadi dua hal, yaitu perkalian dasar dan perkalian
lanjut. Perkalian dasar yang dimaksud adalah perkalian 2 bilangan satu angka,
sedangkan perkalian lanjut adalah perkalian yang melibatkan paling tidak sebuah
bilangan 2 angka.
Secara matematika yang dimaksud
dengan perkalian adalah penjumlahan berulang dari bilangan-bilangan yang sama
pada setiap sukunya. Di SD, perkalian pertama yang diajarkan adalah perkalian
dengan hasil sampai dengan 50. Itu berarti objek yang dikalikan adalah bilangan
1 sampai dengan 50 sedangkan pengalinya adalah bilangan-bilangan dari 1 sampai
dengan 10. Urutan mana yang didahulukan tidak begitu penting, yang penting
peserta didik dapat mengikutinya secara menyenangkan. Berikut ini adalah contoh
pendekatan kontekstual untuk perkalian terhadap bilangan 4. Pertanyaannya dapat
disampaikan secara lisan, peragaannya dengan gambar-gambar (ditempel di papan
tulis meggunakan lakban), dan prosesnya dapat diikuti secara interaktif.
Berikut adalah contoh pendekatan kontekstual untuk perkalian terhadap bilangan
4.
Contoh
Awalilah pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan
berikut!
·
Anak-anak, pernahkah kalian melihat
kambing?
·
Kalau pernah, coba kambing itu kakinya
berapa?
·
Kalau kambingnya dua, banyak kaki
seluruhnya ada berapa?
·
Kalau kambingnya tiga, banyak kaki
seluruhnya ada berapa?
Setelah pertanyaan
direspon oleh peserta didik, guru kemudian dapat mulai menempelkan gambar-gambar
kambing yang telah disiapkan mulai dari 1 kambing, 2 kambing, hingga 3 kambing.
Langkah-langkah
pembelajaran berikutnya
Tempelkan di papan
tulis gambar-gambar kumpulan kambing mulai dari 1 hingga 3 kambing
.
Perhatikan bahwa
jawaban banyak kaki seluruhnya untuk 2 kambing = 8 dan banyak kaki seluruhnya untuk 3
kambing = 12 ada kemungkinan antara peserta
didik
yang satu dengan yang lain berbeda cara berpikirnya (berbeda konstruksi dalam pikirannya). Misalnya sebagai
berikut:
·
2 kambing, banyak kaki seluruhnya = 8
Konstruksi
I : 8 karena membilang
kaki kambing satu demi satu sehingga
diperoleh
hasil 8.
Kostruksi II : 8 karena kambing I kakinya 4
ditambah kambing II kakinya 4 sehingga jumlah kakinya 8.
·
3 kambing, banyak kaki seluruhnya = 12
Konstruksi
I : 12 karena membilang kaki kambing satu
demi satu sehingga diperoleh
hasil 12
Konstruksi
II : 12 karena kambing I kakinya 4 ditambah
kambing II kakinya 4 ditambah
kambing III kakinya 4.
Konstruksi
III : 12 karena kaki 2 kambing sebelumnya
sudah dihitung = 8 ditambah
kambing ketiga kakinya 4 sehingga hasilnya 12.
Guru kemudian
memberikan konfirmasi bahwa banyaknya kaki untuk:
1 kambing = 4 sebab 4
adalah fakta
2 kambing = 8 sebab 8 =
kaki kambing I + kaki kambing II = 4 + 4
3 kambing = 12 sebab 12
= kaki kambing I + kaki kambing II + kaki kambing III =
4 + 4 + 4.
Selanjutnya guru
memberikan arahan apabila 1 kambing kakinya 4 artinya banyak kaki seluruhnya
untuk:
1 kambing = 1 × 4 …
(dibaca 1 kali 4)
2 kambing = 2 × 4 …
(dibaca 2 kali 4)
3 kambing = 3 × 4 …
(dibaca 3 kali 4, dan seterusnya)
Dari peragaan dan
bentuk perkalian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak kaki seluruhnya untuk:
1 kambing = 1 × 4 = 4
2 kambing = 2 × 4 = 8
(sebab kaki kambing I + kaki kambing II = 4 + 4)
3 kambing = 3 × 4 = 12
(sebab kaki kambing I + kaki kambing II + kaki
kambing III = 4 + 4 + 4
= 12, atau “jumlah sebelumnya
+ 4“ yakni = 8 + 4 = 12)
Catatan
Isian selengkapnya
untuk 4 kambing, 5 kambing dan seterusnya hingga 10 kambing dikerjakan
(diteruskan) oleh peserta didik secara kelompok.
1. Pengalaman
telah membuktikan bahwa dalam kegiatan mencari hasil kali untuk 4 kambing, 5
kambing, dan seterusnya ternyata ada peserta didik/kelompok peserta didik yang
menemukan jumlah kumulatif yakni jumlah sebelumnya ditambah jumlah sesudah itu.
2. Bila
ada peserta didik yang menanyakan bagaimana kalau menuliskannya tidak panjang
(maksudnya hanya menuliskan hasilnya saja) sebaiknya dijawab terserah asal
hasilnya benar. Tujuannya untuk membuat peserta didik yang berpikir cepat dapat
merasa puas.
3. Setelah
waktu dianggap cukup guru kemudian mengadakan konfirmasi mengenai jawaban yang
diharapkan.
4. Agar
peserta didik lebih senang dan antusias setiap kali membacakan hasil, tanyakan
siapa yang benar supaya tunjuk jari.
5. Setelah
peserta didik menemukan tabel perkalian (dengan cara mereka sendiri) seperti
perkalian dengan bilangan empat di atas, guru dapat meneruskannya dengan
pembinaan keterampilan perkalian dengan bilangan empat.
Cara
membina keterampilan
Salah satu cara untuk
membina keterampilan agar peserta didik hafal perkalian 2 bilangan 1 angka
adalah dengan teknik bertanding (kompetisi) baik antar kelompok peserta didik
maupun antar peserta didik secara individu. Cara kompetisi (persaingan untuk
memenangkan pertandingan) ini dimaksudkan agar setiap peserta didik memiliki
motivasi (semangat) untuk memenangkan pertandingan. Tujuannya adalah agar
secara pribadi setiap peserta didik tidak merasa diremehkan karena merasa
dianggap bodoh oleh teman-temannya. Sehingga diharapkan, dalam hati peserta
didik selalu timbul semangat untuk harus hafal sehingga dapat memenangkan
pertandingan. Dampak yang diharapkan
adalah
pembelajaran perkalian dasar dapat mencapai tujuan secara lebih cepat dan menyenangkan.
Langkah-langkah
pembinaan keterampilannya dimulai dari permainan kelompok, permainan wakil
kelompok, dan diakhiri dengan permainan individual. Terakhir bila perlu
disempurnakan dengan mencongak saat peserta didik akan pulang sekolah. Peserta
didik yang dapat menjawab benar langsung dibolehkan pulang sementara peserta
didik yang menjawab salah ditahan kepulangannya. Penahanan untuk pulang dilakukan
sampai dengan giliran terakhir peserta didik yang menjawab benar. Tujuannya
agar pelajaran matematika berikutnya dapat berlangsung lebih lancar dan tetap
menyenangkan. KKM dapat selalu tercapai hingga cita-cita nasional “Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa” menuju warganegara yang kompeten mengatasi masalah dalam
kehidupannya tercapai secara elegan, jujur, adil, dan bermartabat.
Sarana
untuk membina keterampilan
Sarana untuk membina
keterampilan terdiri dari dua macam, yakni kartu guru dan kartu peserta didik.
Kartu guru digunakan guru untuk menanyakan bentuk perkaliannya dan kartu
peserta didik digunakan peserta didik untuk menunjukkan hasil perkalian yang
dimaksud. Kartu guru bagian belakangnya dilapisi dengan kain flanel atau busa
sehingga dapat ditempelkan di papan flanel. Selain itu dibagian belakang kartu
perlu ditulis dengan ballpoin kunci jawaban dari kartu perkalian yang dimaksud.
Tujuannya agar guru tanpa harus mengecek kartunya sudah dapat meyakini apakah
kartu jawaban yang ditunjukkan peserta didik itu benar atau salah. Misal untuk
kartu perkalian 6 × 4 di bagian belakangnya ditulis kecil angka 24.
Spesifikasi
Kartu guru dan kartu
peserta didik dirancang sekecil mungkin namun tetap terbaca oleh peserta didik
di seluruh ruang kelas. Tujuannya agar kartu guru tetap dapat terbaca dan mudah
diacak oleh tangan guru. Kartu peserta didik juga irit bahan namun tetap dapat
dilihat jelas oleh guru dan peserta didik secara klasikal. Untuk itu spesifikasi dari masing
masing kartu seperti berikut.
·
Bentuk dan Ukuran Kartu
Kartu guru berbentuk
persegi panjang dengan ukuran panjang dan lebarnya masing-masing 10 cm dan 5 cm
(untuk kartu guru) serta 5 cm dan 5 cm (untuk kartu peserta didik).
·
Jumlah Kartu
Untuk suatu permainan,
misal pembinaan keterampilan mengalikan dengan bilangan 4, satu set untuk kartu
guru berjumlah 10 dan satu set untuk kartu peserta didik juga berjumlah 10.
Langkah-langkah pembinaan keterampilan
·
Langkah 1. Permainan Kelompok
Pada saat permainan kelompok ini peserta didik
boleh melihat tabel (tabel perkalian) Satu kelompok
dalam hal ini dapat ditentukan guru, misal 1 kelompok anggotanya 2 orang
yaitu dua orang peserta didik yang duduknya berdampingan atau 1 kelompok
anggotanya 3 orang. Setiap 1 kelompok peserta didik diberikan 1 set
kartu peserta didik yaitu kartu-kartu hasil kali sebanyak 10 kartu.
Guru
mendatangi kelompok demi kelompok peserta didik secara bergiliran untuk
memberikan tebakan perkalian (misal pada saat itu yang akan diterampilkan
adalah perkalian dengan bilangan 4). Caranya dengan mengacak 1 set kartu
guru (kartu perkalian dengan bilangan 4 sebanyak 10 kartu). Guru menanyakan
bentuk perkaliannya menggunakan kartunya dan peserta didik menjawabnya
juga menggunakan kartunya. Sebelum menjawab kartu yang ditunjukkan guru,
masing-masing anggota kelompok boleh melihat tabel perkalian, setelah
menemukan hasilnya terus mencari kartu yang dimaksud dan kemudian
menunjukkannya kepada guru.
Jika
kartu jawaban yang ditunjukkan ke guru benar, guru memberikan penghargaan
dengan isyarat, misalnya mengacungkan ibu jari, dan bila salah, peserta
didik masih diberi kesempatan untuk membenarkannya dengan mengambil
kartu lain yang paling tepat hingga mendapat isyarat benar dari guru.
Catatan
Guru
dalam permainan ini minimal mendatangi masing-masing kelompok peserta didik
hingga 3 kali sebab pada umumnya hingga 3 kali dikunjungi itu keadaan kelas
sudah mulai bergairah. Ingat, di balik kartu perkalian yang dipegang guru harus
ada tulisan kunci jawabannya (tulisannya kecil sehingga tidak terbaca oleh
peserta didik dan penulisannya jangan sampai terbalik) agar guru secara yakin
dapat mengetahui apakah kartu jawaban peserta didik yang ditunjukkannya saat
itu benar atau salah.
·
Langkah 2. Permainan Wakil Kelompok
Pada permainan
ini peserta didik masih boleh melihat catatan.
Permainan pada langkah
ini diadakan pada jam tatap muka yang sama dengan langkah 1. Permainannya
adalah adu cepat menempel kartu hasil kali ke papan flanel. Tiap ronde
permainan disuruh maju 3 orang peserta didik dari kelompok yang berlainan.
Peserta didik yang paling cepat menempelkan kartu jawaban benar dinyatakan
sebagai pemenang. Jika ada peserta didik yang kalah dan belum puas, serta ingin
diadu lagi diberi kesempatan setelah semua peserta didik sudah mendapat giliran
maju. Setelah jam matematika selesai, guru dapat menghentikan permainan dan mengatakan
kalau permainannya akan dilanjutkan pertemuan berikutnya. Kepada peserta didik
perlu disampaikan aturan permainan untuk pertemuan berikutnya. Aturannya “Kalau
hari ini anak-anak masih boleh melihat catatan tetapi untuk permainan besok
mereka tidak boleh membuka lagi catatannya”. Tujuannya agar setiap peserta
didik berkesempatan untuk menghafalkannya dirumah dengan penuh semangat. Cara
ini dimaksudkan agar hafal perkalian dasar khususnya perkalian dengan bilangan
4 dapat tercapai tanpa peserta didik merasa dipaksa dan mendapat hukuman bila
tidak hafal. Motivasi tumbuh dari kemauan pribadi mereka sendiri karena
keinginannya untuk jadi pemenang pada permainan pada pertemuan berikutnya.
Catatan
Dengan guru mengumumkan bahwa
permainan akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya dan pada permainan besok
peserta didik tidak boleh melihat catatan, akan memicu peserta didik untuk
bersemangat menghafal perkalian tanpa harus dipaksa karena termotivasi untuk
tidak ingin kalah dalam pertandingan.
Jika peserta didik sudah hafal
perkalian dasar (perkalian 2 bilangan 1 angka) sejak kelas 2, maka harapan
untuk lancar mengikuti pelajaran di kelas-kelas berikutnya akan semakin dapat
tercapai.
·
Langkah 3. Permainan Individual
Permainan ini diadakan pada pertemuan berikutnya dan pada permainan ini
peserta didik jelas tidak boleh lagi melihat catatan.
Setiap ronde permainan
dipanggil tiga orang peserta didik untuk adu cepat menempel kartu hasil
kali ke papan flanel. Begitu ketiga orang peserta didik yang dipanggil
maju selesai menempelkan kartu jawabannya, guru segera menindaklanjuti
dengan menempelkan kartu perkalian yang dicabutnya tadi ke papan flanel
seraya menanyakannya ke seluruh peserta didik apakah semua kartu yang
ditempelkan temanmu benar. Jika dijawab benar, guru kemudian mengklarifikasi
bahwa sesuai kenyataan yang tercepat menjawab benar adalah si A, nomor 2
si B, dan nomor 3 si C. Sehingga juara pertama si A, juara kedua si B,
dan juara ketiga si C.
Permainan kemudian
dilanjutkan pada giliran 3 orang peserta didik berikutnya, demikianlah
seterusnya hingga semua peserta didik mendapat giliran maju. Jika
peserta didik yang merasa kalah belum puas, guru dapat melanjutkannya dengan
meminta maju tiga orang-tiga orang yang merasa kalah untuk bertanding
hingga waktu yang dirasakan untuk membina keterampilan dianggap cukup.
·
Langkah 4. Mencongak (bila dianggap
perlu)
Mencongak diadakan
setelah beberapa perkalian dasar selesai diajarkan. Misal peserta didik sudah
menyelesaikan perkalian dasar dengan bilangan 1 sampai 5. Mencongak diadakan
saat peserta didik akan pulang sekolah sehingga mereka sudah tidak mempunyai
beban lagi kecuali ingin pulang dan bermain. Pada permainan ini peserta didik
diminta berbaris dari ruangan kelas dan guru menghadang di pintu keluar dengan
menyiapkan daftar perkalian yang akan ditanyakan ke peserta didik secara
mencongak. Peserta didik secara bergilir ditanyai satu demi satu secara acak
perkalian bilangan satu angka. Bila menjawab benar dibolehkan pulang, dan bila
menjawab salah ditahan untuk berdiri menunggu hingga giliran peserta didik
terakhir yang menjawab benar. Peserta didik-peserta didik yang disuruh berdiri
itu kemudian tidak akan dihukum atau dimarahi melainkan dinasehati untuk rajin
menghafal agar tidak malu dengan temannya karena disuruh berdiri sementara
teman yang hafal terus boleh pulang.
Untuk perkalian dengan
bilangan 3, pendekatan kontekstual yang diberikan dapat berupa kursi berkaki
3(tiga) dengan menanyakan banyaknya kaki untuk 1 kursi, 2 kursi, hingga 3
kursi, dan agar lebih lancar dalam menerima konsep perkalian dengan bilangan 3
ini guru dapat meneruskannya dengan menempelkan gambar-gambar kursi berkaki 3
ini mulai dari 1 kursi , 2 kursi, hingga 3 kursi. Atau boleh pula menanyakan ke
peserta didik pernahkah kalian melihat becak? Kalau pernah, becak itu rodanya
berapa? Kalau becaknya dua, banyak roda seluruhnya berapa? Kalau becaknya tiga
banyak roda seluruhnya berapa? seraya menempelkan gambar becak mulai dari 1
becak, 2 becak hingga 3 becak.
Pembelajaran berikutnya
sejalan dengan perkalian dengan bilangan 4 di atas. Perhatikan bahwa untuk
kambing, jika yang diperhatikan tanduknya atau telinganya maka merupakan
perkalian dengan bilangan 2, jika yang diperhatikan ekornya maka akan merupakan
perkalian dengan 1.
6. Perkalian
Lanjutan
Pada perkalian lanjut
(perkalian yang melibatkan bilangan lebih dari 1 angka) kaidah yang menjadi
dasar penerapan adalah sifat-sifat pada perkalian yaitu komutatif (bolak-balik
sama), distributif (penyebaran), dan asosiatif (pengelompokan).
1)
Sifat
komutatif (bolak balik sama)
Ilustrasi
Perhatikan
susunan gambar-gambar ayam berikut
Mengapa
3 × 2 = 2 × 3 sehingga generalisasinya menjadi a × b = b ×
a?
Penalarannya
adalah seperti berikut.
Berdasarkan peragaan
gambar yang dapat diamati, mana yang lebih banyak. Apakah ”3 × 2” atau “2 × 3”.
Mengapa “3 × 2 = 2 × 3”? Apa sebenarnya yang membedakan antara “3 × 2 dengan 2
× 3”? Itulah beda penalarannya antara
3
× 2 dengan 2 × 3
Sebelum dibahas lebih
lanjut tentang perkalian dua bilangan yang melibatkan bilangan 2 angka atau
lebih berikut akan diperkenalkan gambaran peragaannya yakni peragaan
menggunakan Blok Dienes. Dalam peragaannya Dienes mengelompokkan
bilangan menurut banyaknya satuan, puluhan, ratusan, dan terakhir ribuan.
Berikut
adalah contoh peraga untuk bilangan 1245 dengan Blok Dienes
.
Peraga blok Dienes di
atas membedakan secara tajam perbedaan antara satuan yang berbentuk kubus kecil
dengan puluhan yang berbentuk batangan, ratusan berbentuk kepingan, dan ribuan
yang berbentuk kubus besar. Setiap 10 buah satuan dapat ditukar dengan 1 batang
puluhan, 10 batang puluhan dapat ditukar dengan 1 keping ratusan, dan terakhir
setiap 10 keping ratusan dapat ditukar dengan 1 kubus besar ribuan. Peragaan
lebih lanjut seperti misalnya bilangan puluh ribuan, ratus ribuan, jutaan, dan
seterusnya cukup dibayangkan saja di alam pikiran.
Puluh
jutaan dibayangkan sebagai banyaknya batangan puluhan juta
Ratus
jutaan dibayangkan sebagai banyaknya kepingan ratusan juta
Satu
milyaran dibayangkan sebagai sebuah kubus besar yang isinya 1 milyar.
Selanjutnya
Puluh milyaran
dibayangkan sebagai banyaknya batangan puluhan milyar
Ratus milyaran
dibayangkan sebagai banyaknya kepingan ratusan milyar
Satu triliunan
dibayangkan sebagai sebuah kubus besar yang isinya 1 milyar.
Demikianlah seterusnya
tanpa pernah ada batasnya. Seterusnya hanyalah pola dari bentuk batangan,
kepingan, dan kubus yang lebih besar dari sebelumnya.
2). Sifat distributif
(penyebaran)
i. a ×(b + c)
= (a × b) + (a× c)
ii. a ×(b + c
+ d) = (a × b) + (a × c) + (a × d)
Ilustrasi dengan pendekatan luas persegi
panjang seperti berikut
:
i.
a ×(b
+ c) = (a × b) + (a× c)
ii.
a ×
(b + c + d) = (a × b) + (a × c) + (a ×
d)
Dari gambar (i) menunjukkan bahwa
sementara itu dari gambar (ii)
menunjukkan bahwa
Kedua sifat distributif
tersebut dalam matematika dikenal dengan sebutan sifat distributif kiri
perkalian terhadap penjumlahan.
Contoh
(Pengalinya 1 angka)
Tunjukkan peragaan dari
1)
2 × 43 = …
2)
3 × 43 = …
3)
2 × 213 = …
4)
3 × 213 = …
5)
6 × 213
Jawab
1)
2 × 43 = …
Cara
penalaran lainnya adalah dengan kerangka berpikir seperti berikut.
Setelah peserta didik
memahami bilangan 3 dan 4 angka dalam bentuk gambar
(semi-konkret), akan lebih mudah mereka untuk
memahami sajian yang hanya
dalam
bentuk angka-angka saja.
Untuk
perkalian bersusun dengan menyimpan ini penalaran selengkapnya adalah seperti
berikut.
Contoh
(Pengalinya Puluhan)
Tentukan
1)
80 × 213 = …
Jawab
Jadi
213 × 80 = 17.040 (tujuh belas ribu empat puluh).
Contoh
(Pengalinya
2 angka, keduanya tidak nol)
Tentukan
1)
87 × 213 = …
7. Pembagian
Dasar
Pembagian di SD mulai
diajarkan di kelas 2 semester 2, tepatnya setelah pelajaran perkalian dasar
diberikan secara tuntas dari konsep hingga keterampilan mengalikan 2 bilangan 1
angka. Menurut falsafah Cina (1) I hear and I forget (saya mendengar dan
saya lupa), (2) I see and I remember (saya melihat dan saya ingat), dan
(3) I do and I understand (saya mempraktikkan dan saya mengerti). Maka untuk
membuat peserta didik mengerti akan makna dari suatu konsep seperti pembagian,
mereka harus diberikan pengalaman nyata di awal pembelajaran tentang apa yang
dimaksud dengan pembagian?
Contoh
Guru menyediakan 6 buah
ballpoin. Siswa diminta membagi rata (sama banyak) keenam ballpoint. Pertanyaan
yang diajukan guru adalah “Tolong, bagilah 6 buah ballpoin ini sama banyak
kepada 2 orang temanmu”. Bagaimana cara kamu membagi sama banyak 6 buah
ballpoin itu kepada 2 orang temanmu?” dan “berapa banyak ballpoin yang diterima
oleh masing-masing temanmu itu?”
Karena
masing-masing teman mendapat 3 ballpoin, maka 6 : 2 = 3.
Pertanyaan guru lebih
lanjut adalah “adakah cara yang lainnya lagi?” Ternyata untuk pertanyaaan yang
terakhir ini biasanya peserta didik sudah tidak punya ide lagi.
Jawaban yang benar menurut kaidah
Matematika
(Melalui praktek masing-masing temannya
diberikan satu demi satu sampai habis)
Perhatikan
bahwa dengan
demikian secara matematika konsep yang berlaku untuk pembagian adalah seperti
yang didefinisikan berikut ini.
Catatan
Akibat dari definisi
(aturan membagi sama banyak) tersebut adalah:
1.
Dari sebuah kumpulan benda sebanyak a tersebut jika pengambilan berulang
yang dilakukan untuk dibagi rata itu setiap kalinya sebanyak b anggota,
dan jika banyaknya kali pengambilan sampai habis itu adalah c kali, maka
kalimat matematika yang bersesuaian dengan pembagian tersebut adalah
a : b
=
c.
Contoh
36 : 4 = 9 artinya adalah ada 9 kali
pengambilan empatan sampai habis pada
bilangan 36, dengan setiap kali pengambilan dibagi
rata ke dalam 4
kelompok,
30 : 6 = 5 artinya adalah ada 5 kali
pengambilan enaman sampai habis pada
bilangan 30, dengan setiap kali pengambilan dibagi
rata ke dalam 6
kelompok, dan lain-lain.
2) Suatu
hal yang amat penting dan jarang dilakukan oleh guru di awal pembelajaran
pembagian adalah “memberi pengalaman membagi kepada peserta didiknya”
menggunakan beberapa soal sederhana sehingga peserta didik dapat “memahami dan
menghayati makna pembagian yang dimaksud dalam matematika” padahal pengalaman
seperti ini diperlukan dalam penanaman konsep pada pembagian lanjut.
3) Dengan
mengacu pada 3 falsafah Cina: (1) saya mendengar dan saya lupa, (2) saya
melihat dan saya ingat, (3) saya mempraktikkan dan saya mengerti, maka mustahil
bagi peserta didik/anak untuk dapat memahami makna pembagian (baik pembagian
dasar maupun pembagian lanjut) tanpa pernah diberikan pengalaman membagi secara
nyata. Pengalaman membagi yang paling tepat adalah diberikan di awal
pembelajaran
(di kelas II semester
2), yakni di awal penanaman konsep setelah pelajaran perkalian selesai secara
tuntas (mulai dari penanaman konsep, pemahaman konsep, hingga pembinaan
keterampilan).
4) Kebiasaan
umum yang sangat tidak dibenarkan menurut kaidah-kaidah pembelajaran matematika
adalah “Guru hanya memberikan pengumuman seperti misalnya dari pertanyaan
“berapakah 4 ×7?” Setelah dijawab 4 ×7 = 28 guru kemudian menerangkan, jika 4
×7 = 28 maka 28 : 4 = 7 dan 28 : 7 = 4. Pertanyaan berikutnya misal
“berapakah 8 ×5?” Setelah dijawab 8 ×5 = 40 guru kemudian menerangkan, jika
dari 8 × 5 = 40 maka 40 : 5 = 8 dan 40 : 8 = 5. Demikianlah
seterusnya hingga dirasa cukup. Dari pengumuman itulah selanjutnya siwa didril
pembagian dasar (pembagian
yang berkait langsung
dengan perkalian dasar, yakni perkalian 2 bilangan 1 angka) hingga mereka
lancar.
5) Pembelajaran
awal pembagian yang dibenarkan adalah (1) diberikan pengalaman membagi (yang
benar menurut konsep matematika), (2) anak diajak mengamati hasil-hasil praktek
membagi tersebut untuk melihat pola yang menghubungkan antara bilangan yang
dibagi, pembagi, dan hasil baginya, (3) anak diberi kesempatan untuk
menyimpulkan apa hubungannya antara bilangan depan, tengah, dan belakang
(bilangan yang dibagi, pembagi, dan hasil baginya). Kesimpulan yang dimaksud adalah
6) Dengan
mengacu pada kesimpulan tersebut dan hafal perkalian dasar, maka pelajaran
pembagian dasar dapat berlangsung secara lebih efektif (tujuan pembelajaran
tercapai secara efisien/lebih cepat dan lebih bermakna).
Contoh
1. Peserta
didik diminta praktek untuk menjawab 6 soal berikut ini
(1)
18 : 6 = ... (4) 12 : 4 = ...
(2)
14 : 7 = ... (5) 10 : 2 = ...
(3)
15 : 5 = ... (6) 6 : 1 = ...
Peserta didik harus
mempraktekkan dengan cara yang benar menurut kaidah matematika, misal 18 : 6
= .... Peserta didik diminta bermain peran. Guru memanggil 6 orang peserta
didik yang akan menerima bagian dan 1 orang peserta didik yang memegang 18
sedotan minuman untuk dibagi rata/sama banyak kepada 6 orang temannya. Cara
peragaan yang benar adalah anak yang memegang 18 sedotan setiap kali mengambil
6 sedotan untuk dibagi rata pada keenam orang temannya. Peragaan pengambilan
enaman dan kemudian dibagi rata kepada 6 orang temannya seperti itu dilakukan
secara berulang hingga sedotan sebanyak 18 tersebut habis. Guru bertindak
sebagai fasilitator yang mengawasi jalannya peragaan yang dilakukan oleh
peserta didiknya.
2.
Hasil-hasil pembagian selama peragaan (setiap nomor soal diusahakan diperagakan
oleh peserta didik lain yang belum mendapat giliran maju ke depan untuk bermain
peran), ternyata seperti berikut.
(1) 18 : 6 = 3
(4) 12 : 4 = 3
(2) 14 : 7 = 2
(5) 10 : 2 = 5
(3) 15 : 5 = 3
(6) 6 : 1 = 6
3.
Anak diberi waktu 2 menit (60 detik) untuk mengamati pola hubungannya. Apa hubungannya
antara bilangan yang dibagi (bilangan depan yang ditandai dengan petak), dengan
bilangan yang ada di tengah (pembagi), dan bilangan yang ada dibelakang (hasil
bagi).
Setelah 60 detik peserta didik ditanya “apa
hubungannya antara bilangan depan dengan bilangan yang ada di tengah dan belakang?”
Jawaban yang diharapkan adalah adanya anak yang menjawab benar dan guru kemudian
memberikan penguatan bahwa Pada pembagian, bilangan
Dengan mengacu pada
kesimpulan di atas, jika anak sudah hafal perkalian dasar tentu tidak akan
bermasalah untuk menyelesaikan soal-soal pembagian dasar apakah yang ditanyakan
hasil baginya, atau pembaginya, atau bilangan yang dibagi.
8.
Pembagian Lanjutan
Pembagian panjang bersifat lanjut, jadi sudah bukan
merupakan pembagian dasar lagi. Pembagian
panjang adalah pembagian yang tak dapat diperoleh langsung dari hafalan
perkalian dua bilangan 1 angka.
Untuk pembagian panjang lambang yang umum digunakan
adalah . Bilangan yang dibagi diletakkan di dalam
tanda itu, bilangan pembaginya diletakkan di sebelah kirinya dan bilangan hasil
baginya diletakkan di atasnya. Sebagai contoh misalnya kita akan mencari hasil
bagi dari 72 : 3 = …, kita tulis
. Berikut adalah
langkah- langkah peragaan dan proses penulisannya (peragaan dan proses penulisan
harus seiring). Pembagian dimulai dari bagian yang terbesar. Misalnya bilangan
yang dibagi berupa bilangan ratusan, maka yang dibagi dimulai dari bagian
ratusan, sesudah itu baru bagian puluhan dan terakhir bagian
satuan. Jika yang dibagi bilangan puluhan, maka yang dibagi mulai dari bagian
puluhan barulah bagian satuannya.
Berikut contoh-contoh peragaan pembagian lanjut
dengan bilangan pembaginya 2 (dua) angka dan tiga angka.
1. Bilangan yang dibagi adalah bilangan 2 angka
Contoh :
Bagaimana
cara guru mempergakan pembagian lanjut 72 : 3 = ...?
Jawab :
Peragakan
kumpulan sedotan terdiri dari 7 ikat puluhan dan 2 satuan.
Contoh:
Tentukan hasil pembagian 72 : 3 = …
No |
Proses Peragaan |
Proses Penulisan |
1. |
72 : 3 artinya
ada satu kelompok isinya 72 dibagi rata pada 3 kotak, masing-masing kotak mendapat berapa? Karena dibagi
3 maka yang 7 puluhan kita ambil tiga-tiga dengan setiap kali pengambilan dibagi
rata ke seluruh kelompok. |
|
2. |
Terakhir
sisanya 1 puluhan dan 2 satuan. Sisa 1 puluhan itu dapat dibagi 3 jika ikatan puluhannya dilepas sehingga menjadi satuan. |
|
3. |
Setelah yang
puluhan dilepas ikatannya akan menjadi satuan. Gabungkan dengan satuan sebelumnya sehingga semuanya
menjadi 12, ambil tiga-tiga
dan bagi rata ke masing-masing anggota kelompok sampai habis. |
|
4. |
|
|
Dengan peragaan
tersebut, kerangka berpikir dalam pengoperasionalnya adalah sebagai berikut.
Contoh 2 :
Diskripsikan
penggunaan alat peraga pada pembagian bilangan 414 dibagi rata kepada 3 orang peserta
didik. Berapakah hasil baginya? Berikut ilustrasinya.
Langkah 1
Ternyata
cara yang paling efektif (paling cepat dan paling mudah dipahami peserta didik)
adalah jika yang dibagi berawal dari kelompok yang terbesar. Maka mulailah dari
kelompok ratusan.
Langkah
2
Hingga
langkah 1 tersebut berarti urusan dengan ratusan selesai. Urusan berikutnya adalah
dengan puluhan.
Hingga
langkah ke-2 ini berarti urusan dengan puluhan selesai
Langkah 3
Urusan
kita berikutnya adalah dengan satuan.
Catatan
Jika
peragaan tersebut ditulis dalam bentuk pembagian panjang, kerangka pemikirannya
adalah seperti berikut.
Langkah-langkah Pengerjaan selanjutnya adalah
seperti berikut.
Hasil tersebut ternyata
sama dengan kalau 4 nya yang ada diatasnya diturunkan. Satuan sebanyak 24 ini
kemudian kita bagi rata pada 3 orang. Ternyata hasil banginya 8, dan sisanya 0.
Berarti yang terbagi semuanya yakni 24. Dengan demikian maka 414 : 3 = 168.
Contoh 3
Diskripsikan
penggunaan alat peraga pada pembagian bilangan 504 dibagi kepada 12 orang.
Berapakah hasil baginya?
puluhan ini ternyata
sama dengan jika 0 yang ada di atasnya kita turunkan. Selanjutnya puluhan 50
batang puluhan itu kita bagi rata pada 12 orang. Ternyata hasil bagi puluhannya
4, yang terbagi 48, dan sisa pembagiannya 2 batang. Hingga langkah ke-2 ini
berarti urusan pembagian dengan puluhan selesai.
9.
Operasi
Hitung Campuran
Operasi hitung campuran yang dimaksud adalah operasi
hitung yang melibatkan lebih dari satu macam operasi dalam suatu perhitungan.
Dalam suatu soal hitungan yang menjadi prioritas untuk dihitung terlebih dahulu
adalah bilangan-bilangan yang ada didalam tanda kurung. Nah yang menjadi
masalah adalah jika dalam soal operasi hitung campuran itu tidak ada tanda
kurung, bagaimana aturan perhitungannya? Untuk menghindari kesimpangsiuran
dalam penafsiran khususnya kalau dalam soal itu tidak ada tanda kurungnya,
secara internasional (dibuktikan menggunakan kalkulator bertanda “Scientific”)
diberikan definisi (kesepakatan) sebagai berikut.
E.
Sejarah
Bilangan Romawi
Menurut sejarah, angka romawi
sudah ada sejak jaman romawi kuno. Awalnya system perhitungannya diadaptasi
dari system perhitungan milik bangsa Etruscan. Begitu juga dengan angka-
angkanya, mirip sekali dengan angka- angka milik bangsa Etruscan (disimbolkan
berdasarkan huruf dan
gambar). Namun, berhubung
angka- angka Etruscan susah untuk ditulis maupun di baca, akhirnya pada abad
pertengahan angka romawi di sederhanakan. Contoh dalam bahasa Etruscan tertulis
angka- angka : I ^ X П 8 П . nah, dalam deretan angka romawi yang baru angka
–angka itu berubah menjadi : I V X L C M.
Sistem bilangan numerik adalah
sebuah simbol atau kumpulan dari simbol yang merepresentasikan sebuah angka.
Numerik berbeda dengan angka. Simbol “11”, “sebelas” and “XI” adalah numerik
yang berbeda, tetapi merepresentasikan angka yang sama yaitu sebelas. Artikel
ini akan menjelaskan beberapa sistem numerik. Secara garis besar terdapat dua
sistem numerik, yaitu sistem numerik berdasarkan penambahan dan sistem numerik
berdasarkan posisi. Sistem numerik yang paling sederhana adalah Sistem numerik
unary. Sistem ini sering dipakai untuk melakukan pemilihan pada suatu voting.
Contoh dari Sistem numerik Unary adalah Tally mark. Kerugiann penggunaan dari
sistem numerik Unary adalah sistem ini membutuhkan tempat yang besar. Selain
sistem numerik unary, contoh lain dari sistem numerik berdasarkan penambahan
adalah angka Romawi. Angka Romawi atau Bilangan Romawi adalah sistem penomoran
yang berasal dari Romawi kuno. Sistem penomoran ini memakai huruf Latin untuk
melambangkan angka numerik: ( I = 1, V = 5, X = 10, L = 50, C = 100, D = 500, M
= 1000).
Angka Romawi dituliskan dengan
simbol dari angka yang tersedia kemudian ditambahkan atau dikurangkan. Untuk
angka yang lebih besar (≥5.000), sebuah garis ditempatkan di atas simbol
indikator perkalian dengan 1.000. Angka Romawi sangat umum digunakan sekarang
ini, antara lain digunakan di jam, bab buku, penomoran sekuel film, penomoran
seri event olahraga seperti Olimpiade. Menurut sejarah, angka romawi sudah ada
sejak jaman romawi kuno. Pada zaman dahulu kala orang romawi kuno menggunakan
penomoran tersendiri yang sangat berbeda dengan sistem penomeran pada jaman
seperti sekarang. Angka romawi hanya terdiri dari 7 nomor dengan simbol huruf
tertentu di mana setiap huruf melambangkan / memiliki arti angka tertentu.
Awalnya system perhitungannya diadaptasi dari system perhitungan milik bangsa
Etruscan. Begitu dengan angka- angkanya, mirip sekali dengan Tokoh Ilmuwan
Penemu angka- angka milik bangsa Etruscan (disimbolkan berdasarkan huruf dan
gambar). Berhubung angka- angka Etruscan susah buat ditulis maupun di baca,
akhirnya pada abad pertengahan angka romawi di sederhanakan.
1.
Hal-hal yang terkait dengan penulisan bilangan
Romawi
Beberapa hal yang harus
diperhatikan terkait dengan bilangan romawi, yaitu:
1)
Tidak ada empat lambang bilangan romawi
yang sama ditulis secara berurutan,
Contoh 1 :
1. penulisan
yang salah pada bilangan romawi :
1) IIII
2) XXXX
3) CCCC
4) MMMM
2) Lambang
bilangan yang dapat ditulis berurutan paling banyak tiga adalah : I, X, C, M
Contoh
2 :
penulisan
lambang bilangan berurutan
1) XIII
2) VII
3) CCCXXX
3) Lambang
bilangan V, L, dan D tidak dapat ditulis berurutan
Contoh
3 : penulisan yang
salah
1)
VV
2)
LL
3)
DD
4) Jika
suatu bilangan terdiri dari dua lambang pokok dan lambang itu mempunyai nilai
yang menurun (lambang yang kiri bernilai lebih besar dari lambang yang sebelah
kanan), maka nilai kedua lambang bilangan itu sama dengan jumlah nilai kedua
lambang tersebut.
Contoh 4 :
1) VI
= 5 + 1 = 6
2) CV
= 100 + 5 = 105
3) LX
= 50 + 10 = 60
4) MD
= 1000 + 500 = 1500
5) MC
= 1000 + 100 = 1100
5) Jika
suatu bilangan terdiri dari dua lambang pokok dan lambang itu mempunyai nilai
yang naik (lambang yang kiri bernilai lebih kecil dari lambang yang sebelah
kanan), maka nilai kedua lambang itu sama dengan selisih nilai kedua lambang
tersebut. Dalam hal ini hanya terdapat enam kasus, yaitu I hanya dapat
mengurang V dan X, X hanya dapat mengurang L dan C, C hanya dapat mengurang D dan M.
Conntoh 5 :
1)
IV = 5 1 = 4
2)
IX = 10 1 = 9
3)
XL = 50 10 = 40
4)
XC = 100 10 = 90
5)
CD =500 100 = 400
6)
CM = 1000 500 = 500
6) Untuk
menulis bilangan yang besar dilakukan dengan cara menuliskan garis “ “ di atas lambang pokok. Setiap satu garis
berarti dikali 1000 dari nilai lambang
pokok.
Contoh 6 :
1)
V = 5
1000 = 5000
2)
X = 10
1000
1000 =10.000.000
3)
VII = 7
1000 = 7.000
4)
IX = 9
1000
1000 = 9.000.000
5)
LX = 60 1000 = 60.000
2.
Menggunakan Bilangan Romawi
Menggunakan bilangan
romawi tidak terlepas dari kemahiran anda dalam mengubah bilangan desimal
menjadi bilangan romawi ataumengubah bilangan romawi menjadi bilangan desimal.
Untuk melakukan perubahan tersebut, anda harus memhami tentang lambang bilangan
romawi dan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada penulisan lambang bilangan romawi.
a) Mengubah
bilangan desimal menjadi bilangan Romawi.
Contoh 1 :
1) 4
= 5 1
= IV
2) 9
= 10 1
=
IX
3) 14
= 10 + 4
= XIV
4) 19
= 10 + 9
= XIX
5) 499
= 400 + 90 + 9
= CDXCIX
6) 944
= 900 + 40 + 4
= CMXLIV
7) 536
= 500 + 30 + 6
= DXXXVI
8) 1987
= 1000 + 900 + 80 + 7
= MCMLXXXVII
9) 4394 = 4000 + 300 + 90 +
4
= IVCCCXCIV
10) 7523 = 7000 + 500 + 20 + 3
= VIIDXXIII
11) 32.000 = 32
1000
= ( 30 + 2) 1000
= XXXII
12) 94.000 = 94
1000
= ( 90 + 4 ) 1000
= XCIV
13) 54.000.000 = 54
1000
1000
= ( 50 + 4 ) 1000
1000
= LIV
14) 2.543.000 = 2.000.000 + 500.000 + 40.000 +
3.000
=
1.000 + (500)
1.000 + (40)
1000 + 3
1.000
=
1000
= MMDXLIII
15) 7.341.000.000 = ( 7000 + 300 + 40 + 1)
1000
1000
= ( 7 1000 + 3
100 + ( 50 – 10 ) + 1)
1000
1000
= VIICCCXL
b). Mengubah bilangan Romawi menjadi bilangan desimal
Contoh 2 :
Bilangan desimal dari bilangan-bilangan
romawi
1) XVI
= 10 + (5 + 1)
= 10 + 6
= 16
2) XXVI
= (2 10) + (5+1)
= 20 + 6
=26
3) XXXV
= (3 10) + 5
= 30 + 5
= 35
4) XLV
= (50 – 10) + 5
= 40 + 5
= 45
5) LXXIX
= (50 + (2 10)) + (10 – 1)
= (50 + 20) + 9
= 79
6) XCIX
= (100 – 10 ) + (10 – 1 )
= 90 + 9
= 99
7) CX = 100 + 10
= 110
8) CCCXIV
= (3 100) + 10 + (5 – 1)
= 300 + 10 + 4
= 314
9) CMXCIX
= (1000 – 100) + (100 – 10 ) + (10 – 1 )
= 900 + 90 + 9
= 999
10) MDCLXVI = 1000 +( 500 + 100) + (50 + 10) +(5 + 1)
= 1000 + 600 + 60 + 6
= 1666
11) MCMLXXV
= 1000 + (1000 – 100 ) + (50 + 2 10) + 5
= 1000 + 900 + 50 +
20 + 5
= 1975
12) MMVIII
= (2 1.000) + (5 + 3 )
= 2.000 + 8
= 2.008
13) MMXII = ( 2 1.000 ) + (10 + 2)
= 2000 + 12
= 2012
14) VIX = (5 1000) + (10 – 1 )
= 5.000 + 9
= 5009
15) XCV = [ (100 – 10 ) + 5] 1.000
= (90 + 5) 1.000
= 95 1000
= 95.000
Contoh :
Hitunglah 48 : 3 × 2 + 24 × 4 : 2 – 5 =
….
Jawab
Berdasarkan aturan operasi hitung campuran di atas,
maka urutan pemecahannya adalah
48
: 3 × 2 + 24 × 4 : 2 – 5 = (48 : 3) × 2 + (24 × 4) : 2 – 5
=
16 × 2 + 96 : 2 – 5
=
(16 × 2) + (96 : 2) – 5
=
32 + 48 – 5
=
75.
Jawaban tersebut dapat
diperiksa kebenarannya dengan kalkulator “Scientific”. Jika yang kita gunakan
kalkulator yang bukan scientific, hasilnya adalah 107 (perhitungan yang salah).
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Kesimpulan
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang
digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang
digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau
lambang bilangan.
Bilangan cacah didefinisikan sebagai bilangan yang
digunakan untuk menyatakan cacah anggota atau kardinalitas suatu himpunan. Bilangan-bilangan
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,...dst. merupakan bilangan-bilangan cacah dan
dilambangakan dengan huruf “C”.
Pada operasi bilangan cacah terdiri dari delapan poin,
yaitu : 1)Pengajaran
Awal Penjumlahan, 2) Pengajaran Awal Pengurangan, 3) Teknik Menjumlah dan
Mengurang, 4) Pengajaran Awal mencari suku yang belum diketahui pada kalimat
penjumlahan, 5) Perkalian Dasar, 6) Perkalian Lanjutan, 7) Pembagian Dasar, 8) Pembagian
Lanjutan, dan 9) Operasi Hitung Campuran.
Operasi hitung
campuran yang dimaksud adalah operasi hitung yang melibatkan lebih dari satu
macam operasi dalam suatu perhitungan
Angka romawi
merupakan Sistem penomoran yang memakai huruf Latin untuk melambangkan angka
numerik:angka romawi juga hanya terdiri
dari 7 nomor dengan symbol huruf tertentu yaitu
I = 1, V = 5, X = 10, L = 50, C = 100, D = 500, M = 1000. Untuk
menuliskan angka romawi hanya boleh berurutan 3 lambang bilangan yang sama,
apabila angka disebelah kanan kurang atau sama dengan angka yang di sebelah
kiri artinya lambing bilangan itu dijumlahkan,dan apabila angka di sebelah kiri
kurang dari angka di sebelah kiri kurang dari angka di sebelah kanan maka
bilangan itu dikurangi.
2.
Saran
Termah kasih atas perhatiannya,
kritik dan saran sangat dibutuhkan bagi penyusun untuk pembuatan revisi makalah
atau pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Burton, David M. 1980. Elementary Number Theory. Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 (Standar Kompetensi Mata pelajaran Matematika
SD/MI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Muh. Hasbi, Muh Tawil Madeali, Zainuddin.
2012. Bilangan Cacah . Palu :
Pusbangprodik Bpsdmpk-Pmp Kemdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar